Tekad bulat untuk memenuhi panggilan-Nya ke tanah suci, menjadi impian yang tak terbedung, berharap diberikan kesehatan dan kekuatan iman untuk bisa sampai ke Ka’bah.


Mendung yang mengepul pagi itu, mengawali hari memburamkan suasana, orang-orang menjadi malas untuk sekedar keluar rumah, namun tidak bagi pak Iman (bukan nama sebenarnya). Bersama istri dan kedua anaknya, beliau sengaja keluar rumah hendak ke Bank Syariah untuk menyimpan uang guna berangkat Haji.


Ketika hendak berjalan menuju jalan raya menunggu angkutan umum, dia melihat becak melintas dengan membawa tetangganya yang terkulai lemas tak sadarkan diri.


Sang istri yang tengah menemaninya, bermuka sedih bercampur panik, belumlah terlalu jauh, pak Iman menghampiri dan bertanya,


“Pak Parmin kenapa, Bu?”


“Sakit, pak. Sudah 3 hari dadanya terasa sakit”

***


Sore hari ketika tengah bersantai di teras, istri pak Parmin, datang menghampiri dengan keadaan sedih. Dia bercerita bahwa saat ini kondisi suaminya dalam keadaan kritis, ada penyempitan dibagian paru-parunya, dan harus dioperasi.


Tak tanggung tanggung, biaya yang diperlukan untuk operasi tersebut sebesar dua puluh juta rupiah.


Setelah semalaman bermusyawaroh dengan istrinya, Akhirnya pak Iman memutuskan mengambil kembali uang simpanan dan meminjamkannya ke keluarga pa Parmin untuk biaya operasi.

***


Dua tahun kemudian, setelah musim haji berlalu, orang-orang yang tengah berangkat haji telah kebali pulang ke tanah air.


Di sebuah masjid, pak Iman yang tengah dalam perjalanan pulang menyempatkan diri untuk melaksanakan sholat asyar.


Ketika hendak melanjutkan perjalan pulang ke rumah, pak Iman disapa oleh seorang laki-laki.


“Masya Allah…, pak Haji. Alhamdulillah kita ketemu lagi di sini. Sebentar rumah bapak di area sini?” Tanya lelaki itu seolah sudah akrab dengan pak Iman.


Sapaan pak Haji yang diucapkan serta pelukan dan kalimat-kalimat keakraban yang seolah-olah telah kenal lama, membuat pak Iman semakin bingung.


“Maaf, pak! Bapak ini siapa ya? Sepertinya bapak salah orang” Ucap pak Iman limbung.


“Ah… masa pak Haji lupa, ini saya pak Haji Rohman, yang dulu waktu di Ka’bah kita bareng, sholat di masjid waktu ibadah haji kita bareng” Ucapnya gamblang.


“Masya Allah… maaf, pak! Bapak beneran salah orang, saya belum pernah berangkat haji!”


“Ah… tak mungkin saya salah orang, pak! Bapak ini, pak haji Iman kan!”


“Iyah benar, Bapak tahu nama saya dari mana?”


“Lah… tadi kan saya bilang, kita haji bareng, pak! Ketemu di sana”


“Oh iya, pak saya ingat pernah janji ke bapak untuk mengirim foto-foto kita waktu disana, tadinya mau saya kirim, Cuma kebetulan alamat pak Iman yang dulu pernah diberikan ke saya, hilang pak”lanjutnya


Pak Iman sendiri masih kebingungan.


“Gini saja, Pak! Aku ajak bapa ke rumah saya dulu sebentar, nanti pulangnya saya antar!”


Karena penasaran, pak Iman pun mengikuti ucapan pak Rohman, tadi.


Sesampainya di rumah pak Rohman, pak Iman terkejut melihat foto-foto dirinya yang tengah menunaikan ibadah haji.


Pak Iman pun pulang dengan membawa foto-foto dirinya, setelah memperlihatkan ke istri dan anaknya, seisi rumah merasa haru dan bercampur bingung.


Akhirnya, pak Iman mendatangi seorang alim ulama. Menurut beliau, bisa jadi itu malaikat yang diserupakan oleh Allah Subhanahuwata’ala untuk menunaikan haji mengganti keberangkatan pak Iman karena menolong tetangganya yang sedang sakit.